Mencintai Diri yang Lain
Dari
Anas bin Malik RA, Nabi shallallahu
‘alaihiwasallam bersabda, “Tidak beriman salah seorang dari kalian
hingga dia mencintai saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari)
Generasi
terbaik manusia, yakni generasi para sahabat Rasulullah SAW memberikan banyak nasihat
bagi kehidupan kita. Salah satu yang paling mengesankan adalah kisah tiga syuhada
di Perang Yarmuk. Tiga sahabat itu adalah al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu
Jahal, dan Suhail bin Amr. Saat itu, Ikrimah yang mengalami kondisi sekarat meminta
air minum untuk member setetes tenaga bagi tubuhnya. Kemudian ia melihat Suhail
sedang memandangnya, maka Ikrimah berkata, “Berikan air itu kepadanya.” Ketika
itu Suhail juga melihat al-Harits sedang melihatnya, ia pun berkata, “Berikan
air itu kepadanya (al Harits)”. Pada akhirnya belum sampai air itu kepada al Harits,
ternyata ketiganya telah meninggal tanpa sempat merasakan air tersebut sedikit
pun.
Para
sahabat tentulah memiliki sifat sedemikian mulia dari teladan manusia terbaik,
Rasulullah SAW. Beliau mengajarkan bahwa sesame muslim bagaikan satu tubuh,
jika satu bagian sakit maka bagian yang lain juga akan merasakan sakitnya.
Hakikat dari pelajaran tersebut adalah muslim yang satu dengan muslim lainnya bagai
terikat dalam satu jiwa. Maka mencintai saudara
sesame muslim pun laksana mencintai diri sendiri. Umat muslim selayaknya adalah kumpulan diri manusia
yang terhimpun dalam satu jiwa yang sehati.
Alangkah
indah menjalani kehidupan, bila semua manusia menganggap manusia lain sebagai bagian
dari jiwanya. Terbayangkan dunia yang jauh dari perbuatan menyakiti, membenci, terlebih
perang sesame bangsa sendiri. Beruntunglah, saudara se-muslim telah terjamin dalam
kedamaian tersebut, jika mereka mengetahui. Tengoklah lagi kehidupan para sahabat,
yang menampilkan kehidupan berkualitas syurga secara nyata. Tidak sekadar melayang
di angan, apalagi omongan bualan.
Meski jauh waktu terhampar menjadi jarak
kehidupan kita dengan kehidupan Rasulullah dan para sahabat, risalahnya masih terjaga
hingga sekarang. Cukuplah pula al-Qur’an sebagai mukjizat yang terus kekal hingga
akhir zaman. Dengan membaca dan men-tadabburi
kandungannya mampu memangkas jauhnya dimensi waktu antara kita dengan kehidupan
sang kekasih Allah itu. Al-Qur’an dan as-sunnah,
hanya dua pedoman itu saja, yang menjadikan tinggi peri kehidupan Rasulullah dan
para sahabat sekualitas syurga. Tak mampu dipelak, pedoman yang isinya tak pernah
berbeda dengan yang kita miliki saat ini.
Akhlak generasi sahabat, adalah akhlak
al-Qur’an yang murni. Di atas bumi para sahabat, al-Qur’an ditemui di pasar, di
masjid, di rumah, di setiap penjuru karena hampir seluruh umat Muhammad
memiliki akhlak al-Qur’an dalam dirinya. Bagaimana dengan kehidupan kita saat ini?
Masihkah bumi diisi al-Qur’an berjalan yang menyinari lingkungan di sekitarnya berdiri?
Saat kita merasakan persaudaraan
sesama muslim, di situlah letak salah satu jawabannya. Dapatlah menjadi jaminan,
persaudaraan yang selayaknya satu tubuh timbul dari kedekatan hubungan seorang muslim dengan al-Qur’an.
Ukhuwah Islamiyah, yang tak bisa menahan
rasa teriris di saat saudara yang lain menangis, pun turut mengembang suka-cita
di dada saat saudara yang lain mendapat karunia.
Ukhuwah generasi sahabat, masih lekat
benih-benihnya hingga kini. Terpapar di depan mata kepala sendiri tanpa kita sadari.
Dari perhatian Nana menemani Anisa yang terbaring berhari-hari di rumah sakit. Dari
uluran tangan Aini kepada Rahma, memijat lembut punggung Rahma yang sehari penuh
dipadati agenda kampus. Dari semangkuk sup hangat milik Umi yang menjadi saksi kepeduliannya
kepada Laili, tahu bahwa Laili tidak sempat membeli sarapan sebelum ujian. Dari
selembar uang yang diselipkan sembunyi-sembunyi ke dompet Esti, Esti yang
sedang dilanda kebingungan mencari biaya pengobatan adiknya yang yatim.
Benih-benih itu berkelebat bagaikan kembang
api yang indah sesaat. Warnanya sebentar terang, sebentar padam disapu gelapnya
langit malam. Sayang…jika yang dicintai masih saja berhenti pada diri sendiri. (Maruti Ahs, FLP Yogyakarta)
Label:
Hikmah
Diberdayakan oleh Blogger.
Posting Komentar